Pada abad ke XIV ada seorang yang bernama Ki Ageng Kajoran, asal dari Kendal Kaliwungu (Jawa Tengah). Beliau berniat ingin meguru ke Cirebon, dan langsung ingin menjadi Wali.
Berangkatlah beliau dari Kendal berlayar menuju Cirebon. Sampai di pantai Utara Cirebon, kapalnya berlabuh dan beliau mencari daerah yang akan digunaka bertapa. Dibawah pohon Kendal beliau bertapa bisu kurang lebih selama tiga tahun lamanya.
Terdengarlah berita ini oleh Syarif Hidayatullah ( Sunan Gunungjati ), maka segeralah beliau pergi ke lokasi pertapa tersebut, dengan maksud menggodanya. Akhirnya si Petapa ( Pangeran Kajoran ) itu dapat digoda sehingga tapanya dapat dibatalkan. Ki Ageng Kajoran tidak dapat menjadi waliyullah hanya dapat menjadi anggota wali, dengan nama Pangeran Kajoran. Kemudian Pangeran Kajoran diberi tugas untuk turut mengembangkan agama Islam, mendirikan paguron dan mendirikan tempat peristirahatannya.
Prisip dari Syarif Hidayatullah ( Sunan Gunungjati ) membuat peristirahatan ini untuk bermacam-macam kegiatan. Kebetulan pada saat tersebut Cirebon sedang berperang menghadapi Galuh. Maka disanalah sebagai tempat berunding dalam mencari siasat peperangannya. Daerah ini pada waktu itu cukup terkenal yang akhirnya menjadi nama pedukuhan Pesanggrahan dan Sampai sekarang menjadi Desa Pesanggrahan. Sebagai bukti petilasan adalah sebuah masjid kuno, namun sekartang sudah banyak mengalami beberapa perbaikan. Masjid ini sekarang tidak mempunyai “ Bedug” konon kabarnya waktu dulu memang ada dan apabila bedug Pesanggrahan tersebut dibunyikan, orang-orang diCirebon dapat mendengarnya, sehingga bedug tersebut diambil dan dibawa ke Cirebon, dan itu suatu tanda ada bedug buatan para Wali.
Tentang Pangeran Kajoran setelah mendirikan pedukuhan Pesanggrahan, maka oleh Gusti Syarif Hidayatullah ( Sunan Gunungjati ) selalu ditunjuk menjadi ketua musyawarah karena selalu berhasil dan banyak kemajuannya.